Nandong adalah sebuah kesenian tradisional Simeulue yang sangat populer di kalangan masyarakat Simeulue. Masyarakat nya tinggal di Kepulauan Simeulue yang terletak di tengah Samudera Indonesia bagian Barat Sumatera yang sudah didatangi berbagai imigran sejak zaman dahulu.
Melalui kesenian Nandong atau Nanga-nanga yaitu bersyair, para orangtua di Kabupaten Simeulue mengajarkan kepada anak-cucunya tentang kearifan melihat gejala bencana alam.
Terlebih bencana alam kerap menghampiri daerah pesisir atau kepulauan tempat mereka tinggal. Seperti gempa bumi dan gelombang laut besar yang kini disebut tsunami. Sedangkan dalam Nandong, tsunami dikenal dengan nama smong.
Dalam syair juga dijelaskan ciri-ciri gejala bencana alam, seperti guncangan gempa yang kuat, air laut yang tiba-tiba surut, dan gelombang besar yang melanda setelahnya.
Dari 78 ribu penduduk Pulau Simeulue yang sebagian besar adalah nelayan dan tinggal di kawasan pesisir, korban jiwa tercatat 7 orang. Jauh lebih kecil dibanding daerah lain yang dilanda gempa dan tsunami 10 tahun lalu.
“Nandong ini berkaitan dengan kehidupan sehari-hari manusia, berkaitan juga dengan aktifitas kita, nandong ini bisa dikatakanlah suatu media atau pesan-pesan kepada kita semua, jadi maksudnya kalau ada suatu kejadian itu, sudah dikabarkan melalui nandong ini, artinya mengingat masa lalu dan menjalankan masa sekarang dan masa depan,” ujar Juman, Pelaku Seni Nandong.
“Nandong ini adalah kesenian yang turun temurun dari nenek moyang kita zaman dahulu. Jadi nandong ini suatu mengisahkan tentang kehidupan manusia yaitu tentang nasihat-nasihat kejadian-kejadian yang lampau dan kejadian saat sekarang dan juga yang akan datang dimasa depan,” jelas Juman.
Idealnya, nandong dimainkan oleh 3-5 orang atau lebih. Namun demikian, nandong dapat juga dibawakan oleh hanya seorang saja tanpa alat musik, misalnya ketika sedang mendayung perahu atau memancing, bekerja di sawah atau juga ketika sedang memetik cengkih jika tiba musimnya.
Musik nandong umumnya bernada lirih, dan para penyanyinya bersuara menjerit meratap-ratap. Juman mengatakan untuk menghabiskan lantunan syair Nandong membutuhkan waktu pertunjukan semalam suntuk.
Menurut Juman, saat ini Nandong telah digeluti oleh semua lapisan masyarakat di hampir semua desa yang terdapat di Kabupaten Simeulue. Karena kesenian Nandong telah terbukti dapat memberi pesan edukasi dan kewaspadaan saat bencana gempa dan tsunami yang terjadi pada 26 Desember 2004 silam.
“Ini mengisyaratkan penyebaran riwayat kejadian besar seperti tsunami yang pernah terjadi dikampug kami, melalui Nandong sangat efektif untuk mengingat masyarakat akan kearifan luhur yang diberikan oleh nenek moyang kami” tuturnya.