Tari ini awalnya populer sebagai tarian rakyat. Seperti lazimnya tarian rakyat ia tampil dalam kesederhanaan gerak, musik pengiring, dan busana yang dikenakan penari. Namun di tangan seorang koreografer Jawa klasik tarian rakyat ini kemudian “disulap” menjadi tarian yang halus dan penuh harmoni. Pihak keraton pun akhirnya tertarik para tarian ini.
Digambarkan, dua orang gadis remaja mengenakan kostum busana kemben hijau. Busan ini dipadu dengan bawahan kain batik, selendang warna kuning panjang melingkar di pinggang, dan hiasan di kepala. Para penari pun naik ke atas panggung diiringi nyanyian dan alunan musik tradisional khas Jawa.
Sang penari menggerakan kepala, mata, kaki secara harmonis dimana arah kepala dan sorot mata mengikuti arah ujung jari bergerak. Sementara kedua kaki melangkah maju, mundur dan ke samping bergantian seirama dengan gerakan tubuh lainnya dan musik pengiring.
Tari gambyong umumnya dipertontonkan pada saat musim tanam dan panen padi sebagai penghormatan untuk Dewi Sri. Penghormatan diberikan karena bagi masyarakat di Pulau Jawa, khususnya Jawa Tangah dan Timur, Dewi Sri adalah simbol kesuburan.
Namun, setiap daerah di Jawa mempunyai kekhasan sendiri dalam gerakan dan sebutan untuk tarian pergaulan ini. Di wilayah Jawa Barat tari pergaulan semacam gambyong dikenal dengan sebutan tari jaipong. Dasar gerakan jaipong tak jauh beda dengan gerakah tari tayub.
Kemampuan penari ini menjadi bahan pembicaraan masyarakat di wilayah Keraton Surakarta dan sampai terdengar ke kuping PB IV. Lalu pihak Keraton Surakarta mengundang Sri Gambyong untuk menyajikan tarian di hadapan Sang Raja dan lingkungan istana. Setelah itu diceritakan Raja menginginkan tarian Sri Gambyong tersebut diadopsi dan dipoles lagi hingga menjadi bentuknya seperti sekarang ini.
Keunikan tarian ini terlihat pada pandangan mata penari yang sering melihat ke arah jari tangan seiring dengan gerakan tangannya. Kemudian diiringi pergerakan kaki secara harmonis yang mengikuti alunan musik pengiring. Gerakan tari gambyong bertempo pelan, penari menari lemah gemulai yang menggambarkan sebuah kelembutan dan keindahan seorang wanita.
Unsur keindahan lain dari tari gambyong terletak pada kekompakan para penari. Para penari gambyong akan menggerakan tangan, kaki, dan kepala secara bersamaan selaras dengan irama kendang. Gerakan mata akan selalu mengikuti gerakan tangan yang menjadikan tarian ini harmonis.
Gambyong juga mengalami perkembangan dan terobosan baru dalam gerakannya hingga melahirkan aneka jenis tarian sejenis. Diantaranya adalah tari gambyong Sala Minulya, Ayun-Ayun, Gambir Sawit, Dewandaru, Mudhatama, Pangkur, dan Campursari. []