Upaya Draf RUU Penyiaran Direvisi,Kebebasan Pers Akan Terkekang?

Oleh : Badia Sinaga.

Cilegon, LN – Draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Perihal tentang Penyiaran yang baru menuai perbincangan hangat dikalangan penggiat pers, dimana rancangan undang-undang (RUU) salah satu melarang siaran ekslusif investigasi yang dilakukan jurnalisme,tentunya ini menginginkan jaman orde baru yang mana kebebasan pers secara tidak langsung diikat.

Penolakan dari para pegiat pers ini terhadap RUU penyiaran sangat beralasan jika draf RUU mulus dan disahkan menjadi undang undang maka dapat dipastikan ketidak kebebasan pers jilid II orde baru akan terjadi, konten dan chanel media sosial akan berdampak dengan RUU penyiaran tersebut.

Penulis menilai isi RUU Penyiaran tersebut merupakan suatu kemunduran di era teknologi yang mengharuskan karya jurnalistik diturunkan ke bentuk-bentuk yang adaptif terhadap teknologi yang saat ini lagi pesatnya, seperti media yang dikelola penulis memiliki beberapa program investigasi dan podcast yang mengupas problematika kemunduran berdemokrasi.

Menurut penulis revisi UU Penyiaran tersebut cukup membingungkan,sepertinya draft RUU Penyiaran itu bertujuan untuk mengekang dan menyandera kebebasan pers, mestinya para pembuat kebijakan legislatif dan eksekutif mendukung produk jurnalistik di platform digital bukan malah menghambat bahkan melarang.

Bukankah pers adalah salah satu tiang Demokrasi mestinya negara benar-benar menganggap bahwa pers adalah pilar keempat demokrasi sekaligus lembaga pengawas kekuasaan dan kontrol sosial dan hak publik untuk memperoleh informasi, seharusnya negara mendorong sebebas-bebasnya berbagai produk jurnalistik investigasi masuk ke platform digital.

Draf RUU penyiaran yang khabarnya sudah di Baleg(Badan Legislatif) jika disahkan akan menimbulkan problematika, pasalnya setiap investigasi suatu jurnalistik sangat dibutuhkan, bahkan di beberapa negara ad study tentang investigasi.

Salah satu yang menjadi sorotan di RUU Penyeriaru adalah substansi Pasal 50 B ayat (2) huruf c terkait larangan liputan investigasi jurnalistik. Hal ini jelas merugikan masyarakat, sebab, dalam lingkup pemberantasan korupsi, produk jurnalistik kerap menjadi kanal alternatif untuk membongkar praktik kejahatan atau penyimpangan tindakan pejabat publik.

Penulis berharap agar pemerintah sekali lagi mengevaluasi keinginan revisi RUU Penyiaran, jikapun mau direvisi tentunya yang membuka ruang karya jurnalistik lebar lebar untuk meningkatkan demokrasi di era digital saat ini. (Red)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *