Oleh : Badia Sinaga.
Cilegon, LN – Harapan masyarakat Indonesia setelah pasca Reformasi tahun 1998 adalah demokrasi semakin dewasa secara keseluruhan, namun sepertinya Indonesia telah salah arah menerapkan demokrasi pasca-reformasi tersebut diman sistem yang dibangun tidak mengarah kepada substansi, namun lebih ke tataran teknis.
Sistem politik yang dibangun hanya diciptakan untuk jangka pendek, bukan jangka panjang.Hal itu terlihat dari direvisinya UU Pemilu setiap lima tahun sekali sehingga melahirkan biaya demokrasi (cost of democracy) di Indonesia bernilainilai sangat tinggi.
Untuk pilkada serentak tahun 2024 yang mana akan digelar di 508 kabupaten/kota di 37 provinsi rawan politik uang, penulis menilai dengan mendapat informasi baik secara tatap muka,informasi secara intelijen secara garis besar publik atau nitizen berpendapat siapa pun pemimpin nasib kehidupan tetap seperti biasa, artinya siapa yang memberi uang lebih besar akan berpeluang untuk dicoblos.
Padahal kalau mengacu Ketentuan larangan politik uang pada pemilihan
Pasal 73 UU Nomor 10 Tahun 2016,dimana calon dan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara pemilihan dan/atau pemilih.
Jika calon yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan Bawaslu Provinsi dapat dikenai sanksi administrasi pembatalan sebagai pasangan calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.pertanyaan publik apakah panwaslu, bawaslu tidak melihat kondisi dilapangan yang begitu masif tim tim paslon meminta fhoto copy KTP dan menjanjikan sesuatu.
Bahkan Ketentuan larangan politik uang pada pemilihan
Pasal 73 UU Nomor 10 Tahun 2016
dimana selain calon atau pasangan calon, anggota partai politik, tim kampanye, dan relawan, atau pihak lain juga dilarang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung.
Jika kekuatiran para pemerhati, pengamat, Ilmuwan, peneliti, cendekiawan, dan para ahli yang selama ini menggaungkan bahwa demokrasi Indonesia sudah tidak sehat yang tidak ada perubahan bahkan apa yang dipertontonkan prilaku pejabat yang mencoba merusak demokrasi akhir akhir ini maka penulis menilai pilkada serentak tahun 2024 ini yang menjadi pemenang mereka yang dikuasai oleh para pemilik modal (cukong).
Penulis berpendapat tidak ada yang bisa diharapkan jika demokrasi dibangun dan dikendalikan oleh para pemilik modal, bagaimana kah nasib demokrasi bangsa Indonesia ini jika praktek politik uang terkesan seakan-akan dibiarkan maka bagi mereka putra putri Indonesia yang memiliki leadership namun terkendala logistik maka akan terkubur.
Dalam kesempatan ini penulis mengajak kepada seluruh masyarakat Indonesia agar dapat memahami bagaimana perjuangan para pejuang reformasi yang berjuang dengan air mata dan nyawa agar demokrasi berjalan dengan rohnya, maka pilih lah pemimpin dengan Rasional bukan Emosional.
Catat…!!! Politik uang adalah salah satu bentuk pelanggaran dalam pemilihan. politik uang dilakukan dengan menyuap atau memberikan uang ke suatu pihak untuk menjalankan suatu hal atau ketentuan.
Ayo… Pemilih Cerdas Adalah Pemilih Yang Akan Menciptakan Pemimpin Yang Benar-benar Mensejahterakan Rakyat ,Pemilih Cerdas Mengetahui Setiap Paslon Hanya Janji janji dan Mengetahui Bentuk Pencitraan belaka. (Red)