Menikmati Sensasi The Little Africa of Java

Dulu, mungkin tak pernah terpikirkan untuk merancang liburan di Banyuwangi. Sebuah kota kecil di ujung Pulau Jawa. Tapi kini, magnet wisata di Banyuwangi cukup kuat dan beragam jenisnya.
Sebentar lagi adalah masa liburan akhir tahun tiba. Dan kini, wilayah Jawa Timur paling ujung itu telah menyiapkan berbagai kawasan destinasi yang layak untuk dikunjungi, salah satunya adalah Taman Nasional Baluran.
Taman Nasional Baluran memiliki banyak julukan. Di antaranya, sunrise of java atau ada juga yang menyebutnya sebagai Little Africa of Java. Terlepas dari beragam julukan itu, Taman Nasional Baluran itu memang mampu memancarkan pesona alam tersendiri. Apalagi di sana bisa didapati pelbagai macam ekosistem flora dan fauna.
Tapi sebelum mengeksploitasi keindahan dari taman nasional itu, baik kiranya diketahui terlebih dulu letak lokasi wisata alam tersebut. Menuju ke taman nasional itu cukup mudah, karena pintu masuk dekat sekali dengan jalur jalan provinsi Surabaya menuju Banyuwangi.
Taman nasional itu tepatnya berada di sebelah kiri dari arah Surabaya, atau hanya berjarak 35 Km yang setara dengan 1 jam perjalanan dari kota Banyuwangi. Posisinya berada di sebelah kanan jalan provinsi. Secara administratif, taman nasional itu berada di Kecamatan Wongsorejo dari sisi Kabupaten Banyuwangi dan Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo.
Menurut sejarahnya, taman nasional ini diambil dari nama gunung yang berada di daerah itu, yakni Gunung Baluran. Adalah AH Loedeboer, seorang pemburu asal Belanda yang melihat potensi Baluran menjadi kawasan bagi perlindungan satwa, khususnya jenis mamalia besar pada 1928.
Selanjutnya, tepatnya pada 1930 KW Dammerman, Direktur Kebun Raya Bogor, mengusulkan agar kawasan Baluran dijadikan sebagai hutan lindung. Di era kemerdekaan, Menteri Pertanian dan Agraria menetapkan kawasan itu sebagai suaka margasatwa, pada 11 Mei 1962.
Kawasan Baluran kemudian ditetapkan sebagai taman nasional dan penetapan itu sebagai bentuk kepedulian bangsa ini terhadap pelestarian dunia pada 6 Maret 1980. Di taman nasional itu terdapat tipe vegatasi sabana, hutan mangrove, hutan musim hujan, hutan pantai, hutan pegunungan bawah, hutan rawa, dan hutan sepanjang tahun (ever green).
Dalam perbincangan dengan Kepala Taman Nasional Baluran Bambang Sukendro, pada awal Desember 2019, dia menjelaskan bahwa luasan taman itu mencapai 25.000 hektare. Dari total luas itu, khusus kawasan lahan savana mencapai 10.000 hektare.
Situs hayati Taman Nasional Baluran sendiri juga telah ditetapkan sebagai cagar biosfer dunia. Penetapan itu dilakukan dalam sidang internasional Coordinating Council (ICC), Program MAB (Man and The Biospgere) Unesco ke-28 di Lima, Peru, pada 20 Maret 2016.
Demi menarik wisatawan, pengelola Balai Taman Nasional Baluran terus berbenah. Rencananya, pengelola menggandeng pihak swasta demi mengembangkan potensi taman nasional tersebut. Beberapa fasilitas infrastruktur yang akan dikerjasamakan adalah pondok wisata, yang bakal didirikan di dekat Pantai Bama.
“Kerja sama dengan swasta ini ini tujuannya adalah mengoptimalkan potensi infrastruktur yang ada sehingga lebih menarik wisatawan untuk menginap di taman ini. Seingga, diharapkan ada peningkatan pendapatan Taman Nasional Baluran,” tutur Bambang Sukendro, kepada Indonesia.go.id, dalam perbincangan santai di areal savana Taman Baluran, [red]
Balai Taman Nasional Baluran. Foto: IndonesiaGOID/Firman Hidranto

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *