Oleh : Dr. M. Asholahudin, M. Pd.
Cilegon, LN – Setelah pergantian posisi menteri pendidikan, banyak sekali disuarakan agar Ujian Nasional layak untuk dimunculkan kembali. dimana yang memunculkan para praktisi pendidikan untuk melakukan dan membuat wacana dan diskusi terkait Ujian Nasional untuk dikaji ulang kembali.
Bagi yang mempunyai pandangan bahwa Ujian Nasional bisa meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, maka wacana ini merupakan angin segar untuk mendukung kembalinya Ujian Nasional digulirkan, tetapi bagi yang mempunyai pandangan bahwa Ujian Nasional tidak berdampak pada kualitas pendidikan, maka wacana ini sepertinya tidak dijadikan sebuah diskusi yang mendalam, sebatas memberikan statement “ Mau maju kok, kembali ke pola lama”.
Pro kontra Ujian Nasional menjadi pekerjaan rumah bagi Menteri yang baru. Keputusan dan kebijakan yang tepat akan dinanti oleh pelaksana pendidikan di level sekolah. Kepiawaian Pak Menteri yang baru – dengan didukung latar belakang dari pakar teori dan dari dunia kampus- akan menentukan kualitas pendidikan kedepan.
Warisan menteri yang lama yang sering dipanggil – Mas Menteri – salah satunya adalah Rapor Pendidikan. Rapor pendidikan merupakan penyempurnaan dari rapor mutu yang sudah ada sebelumnya. Fungsinya adalah sebagai referensi utama dalam menganalisis, perencanaan, dan tindak lanjut peningkatan kualitas pendidikan. Ujian Nasional ketika itu diganti dengan ANBK, Asesmen Nasional Berbasis Komputer, dan uniknya adalah yang melakukan ANBK bukan kelas IX (Sembilan) tetapi kelas VIII (Delapan), pesertanya juga hanya perwakilan dari kelas VIII (Delapan). Hasil dari ANBK ini kemudian lahirnya yang bernama Rapor Pendidikan.
Dari sisi kelebihan ANBK – Asesmen Nasional Berbasis Komputer – dan Survey Lingkungan Belajar ini melahirkan kondisi dan situasi sekolah yang jelas dan comprehensive yang bernama Rapor Pendidikan.
Rapor pendidikan ada beberapa komponen, diantaranya; kemampuan literasi murid, karakter murid, kondisi keamanan sekolah, kondisi kebinekaan sekolah, kualitas pembelajaran, dan kemampuan numerasi murid.
Menurut Kemendikbudristek, fungsi rapor pendidikan diantaranya : referensi utama analisis, perencanaan,dan tindak lanjut untuk meningkatkan kualitas pendidikan, sumber data yang objektif dan dapat dipercaya karena laporan diberikan secara otomatis dan teintegrasi, instrumen untuk mengevaluasi sistem pendidikan secara menyeluruh, baik dalam hal evaluasi internal maupun external, sebagai aat ukur yang berorientasi terhadap mutu serta pemerataan hasil belajar, dan sebagai kanal penyajian data yang terpusat, sehingga tidak perlu memakai berbagai aplikasi.
Lahirnya rapor pendidikan bagi satuan pendidikan memudahkan untuk menentukan arah program dan kegiatan kedepan bagi sekolah. Kepala sekolah dan tim satuan pendidikan dalam menentukan program kegiatannya melihat dari hasil rekomendasi yang dikeluarkan dari rapor pendidikan. Ini mempercepat untuk melakukan perbaikan dan peningkatan mutu sekolah.
Meniadakan Ujian Nasional tetapi melahirkan inovasi baru bagi dunia pendidikan, rapor pendidikan.
Menurut Direktur Eksekutif Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK), Nisa Felicia, memberlakukan kembali Ujian Nasional merupakan kemunduran bagi dunia pendidikan. Dinamika dan wacana Ujian Nasional yang kembali muncul karena dilihat dari perkembangan dan kemampuan peserta didik. Ujian Nasional yang dikenal UN adalah kegiatan pengukuran capaian kompetensi lulusan pada mata pelajaran tertentu secara nasional dengan mengacu pada Standar Kompetensi Lulusan (SKL).
Ujian Nasional merupakan penilaian hasil belajar oleh pemerintah pusat yang bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dan menjadi salah satu tolak ukur pencapaian Standar Nasional Pendidikan (SNP) dalam rangka penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan.
Ujian Nasional diikuti oleh peserta didik pada akhir jenjang. Adanya kegiatan Ujian Nasional memberlakukan tiap sekolah adanya jam tambahan yang dikenal di berbagai tempat dengan “ bimbingan belajar”. kegiatan akan sangat berdampak bagi kemampuan kognitif peserta didik karena adanya tambahan belajar. Peserta didik di akhir jenjang juga mulai tergerak semangatnya untuk menuju Ujian Nasional.
Ujian Nasional yang saat itu dijadikan sebagai standar kelulusan, maka bagi siswa seperti- momok yang menakutkan-, belajar tiga tahun, hanya dinilai dengan 3 s. 5 hari pelaksanaan. Inipun memunculkan debat dan masukan untuk pemerintah pada saat itu, sehingga hasilnya menjadi lunak, standar kelulusan diserahkan ke sekolah masing-masing.
Ruang dan tempat berdiskusi untuk wacana Ujian Nasional terus digelorakan oleh pemerhati pendidikan, dan sebaliknya diskusi terkait kurang efektifnya Ujian Nasional juga dilakukan oleh praktisi pendidikan. Kita akan melihat apakah pemerintah pusat sekarang yang dikomandoi Pak Menteri akan memberikan solusi-solusi yang segar dan mencerdaskan dunia pendidikan kedepannya. Memunculkan Ujian Nasional yang dianggap banyak kalangan adalah sebuah rutinas atau kualitas pendidikan yang dicari.
Kalau semangat untuk menggairahkan peserta didik di akhir jenjang untuk melakukan persiapan-persiapan dengan melakukan matrikulasi materi pembelajaran sebelumnya, dan pemerintah ingin sekedar melihat data secara nasional, maka ini juga lebih baik dilakukan. Tetapi kalau ingin melihat data sekolah, bukankah rapor pendidikan juga terlihat data secara komprehensif oleh pemerintah pusat. Atau kah akan terjadi kolaborasi antara Ujian Nasional dengan ANBK dan juga Survey Lingkungan Belajar dengan diambil dari semua siswa di akhir jenjang? Dengan mengikutsertakan peserta didik diakhir jenjang, seperti tahun tahun sebelum Ujian Nasional giat peserta didik kembali ramai dengan banyaknya pulang pergi ke lembaga lembaga nonformal – tempat bimbingan belajar- dan sekolah juga mengadakan kegiatan yang sama untuk meningkatkan kualitas kognitif peserta didik.
Selamat berpikir dan merumuskan Pak Menteri yang baru! Semoga keputusannya bermanfaat untuk dunia pendidikan di Indonesia.(Red)
Artikel Oleh : Dr. M. Asholahudin, M. Pd Sebagai Kepala SMPN Satu Atap Cilegon/ Dosen Universitas Al-khairiyah.