indonesiafile.com | Surabaya memiliki destinasi wisata heritage kedua, Peneleh City Tour, Lawang Seketeng, di kawasan Peneleh. Sebelumnya, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya berhasil mengelola wisata haritage pertama di Kampung Lawas Maspati, Bubutan. Kampung wisata heritage Lawang Seketeng, Peneleh, dikelola dengan basis pertisipasi masyarakat dan kampungnya.
Wisata Heritage Berbasis Masyarakat ala Surabaya Lawang Seketeng Surabaya. Foto: Radar Surabaya Situs wisata heritage Peneleh City Tour ini kental dengan sejarah Surabaya di masa kerajaan Mataram, tautannya dengan perjuangan meraih dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Dalam situs wisata heritage ini ikut pula ditampilkan rumah tokoh HOS Tjokroaminoto dan rumah masa kecil Soekarno.
Seorang petualang Belanda, Artus Gijsels, dalam buku Expeditie Soerabaia naar Passoeroean bij 1706 (Ekspedisi Surabaya ke Pasuruan pada tahun 1706) menggambarkan Surabaya sebagai sebuah kota yang diatur dengan baik sekali pada masa itu. Pertahanannya kuat, karena ada dua tembok pengaman kerajaan yaitu di tepi kerajaan dan yang mengitari kraton. Kotanya indah dan tertib, kehidupan penduduknya dinamis. Meski Surabaya sedang berperang dengan Mataram, rakyat hidup normal.
Karena tata kotanya yang teratur, orang Belanda zaman kolonial, mengibaratkan Surabaya seperti kembaran kota Amsterdam dari timur. Keteraturan tata kota Surabaya itu bukan karena campur tangan Belanda dalam menata kota, namun keteraturan itu juga dibangun sejak wilayah ini masih dalam kekuasaan Demak setelah keruntuhan Majapahit. Lalu selepas Surabaya dari Demak dan merdeka, ketika tidak terikat lagi dengan kerajaan manapun, Surabaya bersama Pasuruan melakukan ekspansi ke seluruh Jawa Timur mereka membangun wilayah itu dengan baik.
Dalam sejarahnya, Surabaya kemudian ditaklukkan oleh Mataram pada tahun 1625. Sisa kerajaan masih ada, salah satunya adalah Kampung Kraton yang kini diapit jalan Kramatgantung dan jl Pahlawan. Perumahan para pejabat dan punggawa kraton berada di sisi barat jl Bubutan yaitu Kampung Tumenggungan dan Maspati yang letaknya hanya 500 meter dari Tugu Pahlawan.
Kawasan ini sekarang menjadi destinasi heritage yang bertajuk Kampung Lawas Maspati di Kecamatan Bubutan. Sejak tahun 2016 destinasi wisata ini dibuka setiap hari Sabtu dan Minggu. Kampung yang punya sekitar 375 kepala keluarga dengan 1350 jiwa ini, 20% warganya merupakan pemuda yang butuh pekerjaan.
Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya kemudian berupaya melibatkan masyarakat dalam pengelolaan destinasi wisata ini dengan melatih para pemuda menjadi pemandu wisata. Pemkot juga memberi beberapa pelatihan soal Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) bidang pengolahan minuman markisa dan cincau yang hasilnya sebagian ditawarkan kepada para wisatawan. Mereka juga memamerkan proses daur ulang sampah dan proses pengolahan air limbah.
Di kampung wisata heritage ini setidaknya ada sepuluh bangunan kuno, termasuk satu bangunan di pintu masuk jl Maspati gang VI. Bangunan ini sangat bersejarah karena menjadi dapur umum saat pertempuran melawan Sekutu yang terkenal itu. Bangunan yang dibangun sejak 1907 tersebut kini menjadi losmen Asri yang terawat dan tidak berubah dari aslinya.
Tak jauh dari situ yaitu Maspati gang V ada bekas Sekolah Rakyat (sekolah ongko loro) yang masih utuh. Di sana juga terdapat makam pasangan R. Karyo Sentono yang merupakan kakek nenek dari Joko Berek atau lebih dikenal sebagai Sawunggaling, pahlawan yang punya nama besar di Surabaya.
Destinasi yang jalur masuknya dari jl Semarang dan keluar di jl Bubutan ini merupakan kawasan yang rimbun dengan tanaman herbal. Mereka sudah banyak menerima wisatawan lokal dan mancanegara, antara lain dari Belanda, Korea dan Amerika Serikat. Setiap wisatawan yang datang disambut dengan hiburan musik, lalu mereka diminta memakai sarung dan udeng. Terkadang para ibu datang dan menyambut mereka dengan kostum karnaval. Setelah lelah berkeliling, para wisatawan disuguhi nasi tumpeng dan jajan pasar, dengan minuman teh daun karet dan minuman olahan dari blimbing wuluh.
Rumah Masa Kecil Soekarno
Setelah Kampung Lawas Maspati berjalan baik, Pemkot Surabaya kembali mengenalkan destinasi wisata heritage kedua yaitu Peneleh City Tour sebagai grand design dengan tahap pertamanya kawasan Lawang Seketeng yang diresmikan saat peringatan hari Pahlawan lalu. Letaknya di Kecamatan Genteng, dekat dengan Maspati dan hanya dibatasi oleh sungai Kalimas. Tak jauh juga dari Tugu Pahlawan.
Destinasi yang juga melibatkan masyarakat kampung setempat ini, menampilkan Langgar Dukur Kayu yang merupakan tempat mengaji Presiden Pertama RI, Soekarno, yang punya nama kecil Koesno. Bung Karno bersama Bung Tomo sering mengaji di langgar ini. Selain itu, di tempat ini juga terdapat makam Mbah Pitono (guru ngaji Bung Karno), sebuah sumur tua, makam Mbah Dimo, makam Syekh Zaini Assegaf yang semuanya tokoh Surabaya. Juga beberapa peninggalan kerajaan seperti tombak, dan berbagai senjata peninggalan kerajaan selepas dari kekuasaan Demak sampai zaman perjuangan Indonesia.
Tahap selanjutnya, Pemkot Surabaya akan menata kawasan Peneleh lain seperti rumah dimana Soekarno lahir dan mengalami masa kecil di jl Pandean IV no 40, sebelum beliau pindah ke Tulungagung. Juga akan ikut ditata rumah kediaman HOS Tjokroaminoto, salah seorang tokoh pergerakan Indonesia di jl Peneleh gang VII. Rumah HOS Tjokroaminoto diketahui menjadi tempat kost beberapa tokoh pergerakan termasuk Soekarno. Soekarno juga sempat menikah dengan anak sulung HOS Tjokroaminoto yaitu Siti Oetari sebelum kuliah di THS Bandung (kini ITB).
Peneleh City Tour nanti juga menjangkau Masjid Jamik Peneleh (berdiri tahun 1400) di jl Peneleh gang VI yang konon merupakan warisan Sunan Ampel sebelum beliau membangun masjid di kawasan Ampel Denta. Pemkot Surabaya juga akan menata jembatan Penelah yang menghubungkan kawasan Jalan Gemblongan-Kramatgantung dengan kawasan Jalan Ahmad Jaiz (Peneleh-Plampitan). Jembatan Peneleh ini sangat bersejarah dan berumur jauh lebih tua dari Jembatan Merah. Destinasi ini juga memasukkan kompleks makam Belanda Peneleh sebagai salah satu bagian dari paket wisata.
Wisata budaya atau heritage kini memang banyak diminati oleh para turis lokal dan mancanegara. Beberapa kota di Indonesia sudah memililkinya, seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta dan beberapa kota lainnya. United Nations World Tourism Organization (UNWTO) pada tahun 2005 mencatat bahwa kunjungan ke obyek wisata warisan budaya dan sejarah adalah kegiatan wisata tercepat pertumbuhannya. ***