Di masa lalu sumpit digunakan untuk berburu. Antara sumpit berburu dan sumpit olahraga memiliki perbedaan pada mata sumpitnya.
Siang itu ada tiga lajur yang dibuat dalam sebuah bidang berukuran kira-kira 8 kali 30 meter. Masing-masing lajur itu sudah dibatasi dengan tali plastik hitam. Di ujung bidang menjauh ke arah dalam dibentangkan kain berwarna kuning berukuran 2,5 x 4 meter. Di depan layar kuning itu ditancapkan empat batang kayu panjang berukuran 2 meter. Sedikit lebih tinggi di atas kepala manusia dipasang beberapa kotak sasaran. Di tengahnya ditempel kertas bergambar lingkaran-lingkaran target yang diberi nilai berurutan dari yang paling besar di tengah lingkaran sampai nilai terkecil di lingkaran yang paling luar.
Tidak ada yang meleset. Padahal angin cukup kencang dan jaraknya jauh. Dengan sebuah sumpit panjang berukuran sekitar 2 meter mereka bisa memegang bilah sumpit dengan kekuatan, kestabilan, dan ketepatan yang luar biasa. Beberapa rekan Vincent juga melatih hal yang sama. Mereka latihan menyumpit. Tepatnya berlatih olaraga sumpit.
Komunitas Litu adalah salah satu komunitas olahraga sumpit yang ada di Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Hari itu mereka ikut memeriahkan Festival Danau Sentarum 2019 yang berlangsung dari Jumat hingga Minggu, 25 hingga 27 Oktober 2019. Selain melakukan eksebisi pertandingan sumpit, mereka juga memberikan pemahaman kepada pengunjung festival tentang seluk-beluk olahraga sumpit. Mengapa olahraga sumpit harus mereka lestarikan dan apa makna pentingnya bagi kebudayaan Kapuas Hulu.
Spons itu diberi nama anak sumpit. Yang ada dalam koleksi Vincent berwarna biru, kuning, hijau, dan hitam. Spons itu digunakan sebagai pangkal anak sumpit. Spons dibentuk bulat kerucut seperti peluru. Di tengah-tengah spons itu ditancapkan bilah sebesar lidi yang terbuat dari plastik fiber. Warnanya bermacam-macam seperti warna spons hanya ujungnya digosok tajam agar mudah menancap.
Sumpit yang digunakan tentu berbeda dengan sumpit sekarang yang memang untuk olahraga. Walaupun pada dasarnya pembuatannya hampir sama. Yang paling membedakan adalah mata sumpit. Dalam bahasa Dayak umum disebut Damek atau Damak. Dalam bahasa Kayan disebut Langak. Jika untuk berburu, dipakai mata sumpit yang hanya sekali pakai dan harus mudah patah. Anak sumpit biasa dibuat dari kayu ringan yang biasa dibuat gabus yang mereka sebut kayu pelawi. Bilah lidinya dibuat dari dahan enau atau aren dalam istilah orang jawa.
Yang paling penting di mata sumpit itu adalah kandungan racun. Racun yang dipasang dimata sumpit terbuat dari getah atau akar tumbuhan. Pohon beracun itu bernama pohon ipoh dalam penuturan Vincent. Adalagi racun bernama tasam atau ponyong. Yang membedakan racun ini adalah efek yang ditimbulkan. Dua jenis racun ini adalah racun darah yang menyerang urat saraf. Semakin cepat hewan yang terkena racun bergerak, semakin cepat mereka lumpuh.
Selesai pembuatan lubang balok kayu ulin diraut atau dibubut seusai dengan keinginan. Setelah selesai perautan atau pembubutan dengan hati-hati baru diberi mata tombak atau ujung sumpit dan besi pembidik berupa besi serupa penutup cekung dengan lubang di tengahnya, tempat memompa udara untuk meluncurkan anak sumpit. (Y-1)